Bayar Murah koq Minta Selamat

Written on 18 January, 2007 – 11:01 | by Rahmat Zikri |
503 Error

Sorry, that didn’t work.
Please try again or come back later.

503 Error. Service Unavailable.

Kemarin saya menulis posting tentang Fiskal dan Tikus-tikusnya. Kebetulan sekali ada sebuah komentar yang malah menyinggung soal penerbangan murah di Indonesia.

Fenomena penerbangan murah sebenarnya adalah hal yang wajar dan sah-sah saja. Di luar negeri pun ada banyak sekali maskapai penerbangan yang memproklamasikan dirinya sebagai low cost carrier. Beberapa hari yang lalu malah saya melihat situs sebuah maskapai penerbangan di Inggris yang menjual tiket seharga kerupuk!

Saya tidak tahu apakah tiket terbang seharga kerupuk itu hanya occasionally alias tidak setiap saat terjadi, hanya karena sebuah momen tertentu saja, atau memang berani semurah itu terus-menerus. Kalau ya, ini yang gawat.

Penerbangan murah bisa tercapai dengan melakukan efisiensi pada beberapa hal. Misalnya pada penerbangan murah dari negeri jiran. Efisiensi yang dilakukan antara lain tidak menjual tiket melalui agen perjalanan. Dengan demikian, tidak perlu membayar komisi penjualan tiket. Penjualan tiket dilakukan secara langsung lewat situs web, atau lewat loket penjualan milik sendiri. Mereka juga tidak mengeluarkan tiket seperti lazimnya tiket pesawat pada maskapai penerbangan lain, melainkan dengan menggunakan selembar kertas hasil print-out komputer. Asal tahu saja, ongkos sebuah tiket pesawat yang selama ini kita kenal itu adalah USD 5!

Efisiensi lainnya adalah dengan tidak memberikan makanan ringan dalam kotak kepada penumpang. Untuk penerbangan pendek, 1-2 jam, saya tidak merasa jatah kotak kue yang diberikan itu berguna. Acapkali isinya tidak sesuai selera. Padahal, isi kotak itu masuk dalam komponen biaya –alias kita jadi terpaksa membelinya. Ini adalah penghematan yang lain. Konon, pramugari pada maskapai penerbangan ini juga merangkap sebagai cleaning service. Ide bagus. Tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menyewa kontraktor untuk jasa kebersihan.

Sewa parkir pada sebuah bandara juga bisa jadi merupakan faktor biaya yang lumayan berarti. Apalagi pada sebuah bandara internasional se-kelas Kuala Lumpur International Airport (KLIA). Hal ini dijawab dengan membuat sebuah terminal khusus –yang lebih mirip sebuah gudang, karena memang konon dulunya adalah gudang—yang diberi nama Low Cost Terminal (LCT). Di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, terminal murah adalah Terminal 1.
Ada satu faktor yang nyaris dilupakan oleh banyak orang. Harga sebuah pesawat itu ratusan milyar rupiah (Boeing 737 series). Jadi, sebenarnya wajar saja jika pemiliknya ingin menggunakan pesawat-pesawat miliknya seefisien mungkin  Maksudnya, sebisa mungkin hanya sesaat parkir di bandara, kemudian terbang lagi. Kembali ke komentar awal yang membuat saya menulis posting ini, apa yang akan terjadi jika pesawat berharga luar biasa ini hanya diajak terbang 1-2x dalam sehari dengan waktu tempuh sekitar 1-2 jam sekali terbang? Rugi. Soal harga yang selangit ini pula lah yang membuat banyak maskapai penerbangan hanya sanggup membeli pesawat bekas.

Masalah pesawat bekas atau bukan juga sebenarnya tidak perlu diributkan. Yang penting perawatan dan kontrol terhadap pesawat-pesawat tersebut memenuhi standar yang ditentukan secara internasional. Umur pesawat 20 tahun pun masih layak. Bandingkan saja dengan mobil. Mobil produksi 20 tahun yang lalu, tahun 1987, masih banyak yang sangat layak, asal perawatannya bagus. Nah ini barang yang harganya bisa berjuta kali lipat, secara logika mestinya berumur lebih panjang dari mobil. Walau tentunya tidak linier.

Kita mestinya bersyukur dengan adanya penerbangan-penerbangan murah di Indonesia. Lebih bersyukur lagi bahwa pemerintah juga memperhatikan hal ini. Ngga percaya? Tahun lalu pemerintah mengeluarkan peraturan yang isinya mengatur penetapan batas bawah harga tiket. Bahwa tidak boleh ada maskapai yang menjual tiket dengan harga di bawah batas yang telah ditentukan. Dengan adanya batas termurah ini pemerintah bermaksud mencegah jangan sampai terjadi perang tarif yang tidak sehat, sehingga merugikan penumpang. Ya. Batas termurah tersebut sudah diperhitungkan tentunya. Bahwa harga termurah tersebut tetap tidak boleh mengurangi biaya operasional yang berkaitan dengan peraturan keselamatan penerbangan.

Dalam pendapat pribadi saya, hal yang terpenting yang perlu diperhatikan adalah Standard Operation Procedure (SOP) dalam pemeriksaan kelengkapan dan kesiapan instrumen-instrumen pesawat sebelum terbang. Apakah terdapat kontrol yang ketat terhadap petugas yang memeriksa instrumen tersebut. Apakah logbook yang diisi oleh teknisi pemeriksa sebelum pesawat tinggal landas itu diisi dengan benar sesuai prosedur pemeriksaan atau tidak. Bagaimana pula dengan standar perawatannya. Sekali lagi pembandingnya adalah mobil berusia 20-30 tahun masih tetap layak dan bagus jika dirawat dengan baik. Apalagi pesawat yang harganya ratusan milyar.

Tentunya kita tidak ingin hanya gara-gara tiket murah lantas pihak maskapai penerbangan mengatakan sebuah kalimat sakti: “bayar murah koq minta selamat!”

Be Sociable, Share!

Related Posts

--related post--
  1. 4 Responses to “Bayar Murah koq Minta Selamat”

  2. By Yuliana Tan on Jan 18, 2007 | Reply

    Pertama!

    Jadi serba salah… Soal harga tiket, kan tidak semua seat harganya sama dalam pesawat dan penerbangan yang sama, nah misalnya saya dpt yg murah trus pesawatnya *amit* kenapa2 saya mungkin akan merasa bersalah sudah ngejar harga tiket yg murah, akibatnya begini. Bagaimana dengan jika saya kebetulan dpt tiket yg mahal dan kebenaran ada kejadian juga?

    Pokoke jadi seram naik pesawat, kans untuk selamat jk ada kecelakaan sangat tipis walau umur manusia ada ditangan Tuhan.

  3. By admin on Jan 18, 2007 | Reply

    Emang semua maskapai penerbangan itu begitu. dalam satu penerbangan, sebenarnya harga tiket promo itu cuma beberapa. Untuk kelas ekonomi aja misalnya, ada beberapa harga, dengan kode: Victor (paling murah), Tango, Quebec, November, Mama (setahu saya yg normal yg ini), London, Kilo, Hotel, Bravo, Sierra, Whiskey, Yankee (yang paling mahal). Tapi memang tidak semua klasifikasi unit harga ini dipakai. Lion Air misalnya, sepertinya hanya menjual: V, Q, N, M, L, Y.

    Harga untuk kelas bisnis juga sama. Ada pengelompokan lagi.

    Hal tersebut adalah strategi marketing. Di mana yang di-publikasikan lewat iklan adalah harga terendah, yaitu Victor. Padahal mungkin paling banyak hanya berkisar 10% dari jumlah seat dalam sebuah pesawat.

  4. By zikri on Jan 19, 2007 | Reply

    btw, kalau mau gaya-gayaan biar dikira sudah ngerti banget soal urusan tiket, kalau mau cari tiket di biro perjalanan jangan lupa gaya-gayaan bilang: “mbak, cariin tiket victor untuk jurusan … ke … dong!”

  5. By Diky'93 on Nov 18, 2007 | Reply

    waduh masak pesawat masa pakainya ada yang ampe 32 tahun tapi melayani rute perintis. sadiiis broer, pas naeknya aja udah gak yakin terpaksalah awak do’a tobat ama istighfar terus and pas take off kayak mau copot jantung mana penumpangnya cuma 3 orang jadi dech serasa senasib sepenanggungan. eh inget bis sibualibuali gak itulah mirip itu pesawatnya. lumayan juga perjalanan dari medan nias ampir 1 jam, eh gitu pake bandaranya lapangan rumput pula’. pas udah turun ampe bawah, ngobrol ama pilotnya, eh dia bilang “masih untung kau bung tadi gak liat sapi atau kambing lagi gembala, kalo gak penjaga bandara lari2x ngusir kambing keluar jalur dulu biar pendaratan lancar dan selamat, oh ya kejadian ini pas gempa nias. companyku charter pesawat di medan antar bantuan ke nias. itulah ironinya, bener memang “kalo murah jangan harap selamat bung!!!”.

Post a Comment

About Me

The smiling geekIndependent IT Consultant and Trainer, mastering in Microsoft technologies. 13 years experience in all level of systems and network engineering. Currently being awarded as Microsoft MVP in Exchange Server. Live in Jakarta, Indonesia. Claimed himself as a not ordinary geek, who loves photography and hanging out with friends. More.

Want to subscribe?

 Subscribe in a reader Or, subscribe via email:
Enter your email address:  
Google